AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH, AKAD PERBANKAN SYARI’AH UNTUK OPTIMALISASI SEKTOR RIIL


KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, hidayah, dan taufiknya, penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan judul “akad pembiayaan mudharabah, akad perbankan syari’ah untuk optimalisasi sektor riil” dengan baik.
Sholawat dan salam yang senantiasa kita berikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nanti syafaatnya di hari kiamat. Amin.
Karya tulis ilmiah ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya dukungan sahabat/sahabati baik di lingkungan kampus Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan di lingkungan rumah tempat tinggal saya. Semoga jasa baik kalian semua mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari harapan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk lebih bisa memperbaiki dan menyempurnakan karya tulis ilmiah ini nantinya. Terutama dari pembaca karya tulis ilmiah ini, praktisi dan akademisi ekonomi islam dan perbankan syari’ah, dan juga mahasiswa yang belajar di bidang ekonomi islam dan perbankan syari’ah.
Semoga buku ini dapat bermanfaat. Amin.

Kendal, 26 November 2010
Penulis,

Iqbal Sarayulus Nuh
(Mahasiswa angkatan 2009 Program D3 Perbankan Syari’ah
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang)

MOTTO

 Kehidupan yang sebenarnya adalah sekarang dan disini, bukan kemarin dan disana juga bukan esok dan disitu. Kemarin hanyalah sebuah kenangan dan esok hanyalah sebuah harapan. Maka lakukanlah yang terbaik sekarang dan disini untuk harapan hari esok yang lebih baik lagi.
 Keberhasilan berasal dari 99% kegagalan.
 Buku adalah jendela dunia, siapa malas takkakn juara kelas.
 Hal yang sepele menciptakan kesempurnaan, tetapi kesempurnaan bukanlah hal yang sepele.
 Anda mungkin kecewa jika anda gagal, tetapi celakalah jika anda tidak mencobanya.

DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Motto iii
Daftar Isi iv
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 1
C. Pembatasan Masalah 2
D. Sistematika Penulisan 2
Bab II Pembahasan 3
A. Pengertian Bank Syari’ah 3
B. Sejarah Bank syari’ah 3
C. Mudharabah 4
1. Pengertian mudharabah 4
2. Pembiayaan Bagi Hasil Mudharabah 6
3. Tujuan Pembiayaan Mudharabah 9
4. Perananan Mudharabah dalam Optimalisasi Sektor Riil 12
D. Keseimbangan Sektor Riil (Pasar Barang) 16
1. Dalam Ekonomi Konvensional 16
2. Dalam Ekonomi Islam. 16
Bab III Penutup 17
A. Simpulan 17
B. Saran. 17
Daftar Pustaka
Lampiran
Biodata Penulis
Foto

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbankan syariah mampu membuat dinamis sektor riil dan memberikan warna baru dalam sistem perekonomian Indonesia. Hal itu disebabkan dalam perbankan syariah terdapat ‘step wise process’ atau proses bertahap sebagai alternatif untuk mengganti sistem bunga pada perbankan konvensional,” Penggunaan sistem bunga merupakan salah satu permasalahan bagi dunia perbankan konvensional saat ini. Sistem perekonomian dengan sistem bunga ini perlu diganti atau dicari solusinya. Sistem bunga dapat memengaruhi pembentukan sistem ekonomi makro, salah satunya terjadi pelemahan pada sektor riil. Dalama hal ini, perbankan syariah dapat berperan sebagai penyeimbang sistem perekonomian dari sektor riil dan moneter.
Namun demikian, perkembangan perbankan syariah di Indonesia saat ini masih belum otpimal jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia,” Hal itu disebabkan kebijakan pemerintah belum terlalu banyak memberikan dukungan bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Jika di negara lain pemerintah banyak memberikan dukungan terhadap perkembangan perbankan syariah, di Indonesia tidak begitu. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) yang paham mengenai perbankan syariah belum banyak. Kebanyakan pegawai berasal dari bank konvensional yang diberikan pelatihan selama dua atau tiga pekan mengenai perbankan syariah kemudian diberikan kepercayaan memegang bank tersebut.
Padahal, tidak sesederhana itu. SDM seharusnya juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan, karena dalam perbankan syariah diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai hal itu.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan karya tulis ilmiah ini anatara lain untuk:
1. Mengetahui tentang sebagian perbankan syari’ah.
2. Mengetahui tentang sejarah bank syari’ah.
3. Mengetahui salah satu akad di bank syari’ah yang dapat berperan dalam optimalisasi sektor riil.
4. Mengetahui tentang keseimbangan sektor riil (pasar barang) dalam pandangan ekonomi konvensional dan ekonomi islam.

C. Pembatasan Masalah
1. Apa pengertian bank syari’ah?
2. Kapan bank syari’ah mulai didirikan dan bagaimana sejarahnya?
3. Akad apa dalam perbankan syari’ah yang dapat berperan dalam optimalisasi sektor riil?
4. Bagaimana keseimbangan sektor riil dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam?

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisn karya tulis ilmiah ini terdiri atas, halaman judul, kata pengantar, motto, dan daftar isi.
Bab I Pendahuluan berisi tentang, latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan berisi tentang, pengertian bank syari’ah, sejarah bank syari’ah, akad mudharabah yang terdiri atas pengertian mudharabah, pembiayaan bagi hasil mudharabah, tujuan pembiayaan mudharabah, dan perananan mudharabah dalam optimalisasi sektor riil. Kemudian keseimbangan sektor riil (pasar barang) dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam.
Bab III Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
Dilanjutkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran penulisan karya tulis ilmiah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syar’iah
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan bank syari’ah adalah bank yang prinsip-prinsip operasionalisasinya sesuai syari’ah yang berdasarkan al-qur’an dan al-hadits dan terdapat Dewan Pengawas Syari’ah dalam struktur organisasinya dan menggunakan sistem bagi hasil.
Perbankan syari’ah memiliki akar pada ekonomi syari’ah nilai-nilai ilahiyah dengan acuan utama al-qur’an dan al-hadits. Terdapat nilai-nilai utama dalam perbankan syari’ah dilihat dari dua perspektif, yaitu makro dan mikro. Perspektif makro yaitu: keadilan, maslahah, anti riba, anti judi, symmetric information, nilai dasar uang sebagai alat tukar bukan komoditas. Sedangkan perspektif mikro yaitu: shiddiq, amanah, fathonah, tabligh, dan istiqomah.
Dimensi keberhasilan berorintasi kepada profit and falaah oriented yaitu untuk kebaikan dan kemaslahatan dunia dan akhirat, selain itu juga sangat memperhatikan kebersihan sumber, kebenaran proses dan kemanfaatan hasil. Sementara itu hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.

B. Sejarah Bank Syari’ah
Perbankan syari’ah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam. Karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El-Najjar, mengambil bentuk sebuah simpanan yang berbasis profit sharing (bagi hasil) di Kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967 dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini yang tidak memnungut maupun menerima bunga. Sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Islamic Devolopment Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar Pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di Negara-negara anggotany. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk Negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syari’ah islam.
Di belahan Negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Saving Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Di Indonesia pelopor perbankan syari’ah adalah Bank Muamalat Indonesia yang berdiri tahun 1992, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.

C. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance. Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kerlalaian sipengelola, si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
Dasar Hukum:
“Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT” (Q.S. Al-Muzamil: 198)
Mudharabah atau penanaman modal disini artinya adalah menyerahkan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan prosentase keuntungan. Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak: pihak yang memiliki modal, namun tidak bisa berbisnis. Dan kedua, pihak yang pandai berbisnis namun tidak memiliki modal. Melalui usaha ini, keduanya saling melengkapi.
Kontrak mudharabah dibentuk secara bebas antara kedua orang atau lebih dengan tujuan mencari keuntungan yang kemudian untuk dibagikan antara pemilik modal dengan pengelola modal, berdasarkan kesepakatan mutualilitas dan secara fair dan sama. Mitra yang aktif (pengelola) secara bebas melakukan perdagangan dengan modal yang dipercayakan kepadanya dengan jalan yang ia anggap terbaik, serta dapat meningkatkan hasil dari bisnis sesuai dengan yang tersebut di dalam kontrak.
Seperti halnya bentuk-bentuk usaha yang lain, bisnis mudharabah ini juga mempunyai beberapa unsure yang harus ada guna untuk menjalin kerjasama yang baik dan sah. Mengenai unsure-unsur yang harus ada dalam bisnis mudharabah ini adalah:
a. Pelaku (pemilik modal maupun pengelola modal)
Dalam akad mudharabah harus ada dua pelaku, pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shhib al-mal), sedangkan pihak kedua sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil).
b. Objek Mudharabah (modal dan kerja)
Merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya, sedangkan kerja yang diserahkan bias berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dll.
c.Persetujuan kedua belah pihak (Ijab-Qabul)
Ijab-qabul merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum. Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.
d. Nisbah Keuntungan
Nisbah merupakan rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib endapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nishab keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

2. Pembiayaan Bagi Hasil Mudharabah
Mudharabah merupakan salah satu bentuk perkongsian, yang mana salah satu pihak disebut pemilik modal (shabul mal) yang menyediakan sejumlah uang tertentu dan bersifat pasif, sementara pihak lain disebut pengelola dana (mudharib) yaitu orang yang menjalankan usaha, kepengrusan atau jasa dengan tujuan memperoleh keuntungan. Akan tetapi apabila terjadi kerugian dalam menjalankan usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik dana, sementara pengelola dana tidak mendapat apa-apa dari jasa yang dilakukan.
Pada hakikatnya pengelola dana diberi amanah dan mesti bertindak atas dasar kepercayaan dan tanggung jawab. Kemudian ia diharapkan untuk mengurus dan mengelola dana secara baik agar dapat menghasilkan laba dan untung yang maksimum dan baik tanpa mengabaiakan nilai-nilai islam. Disamping itu, sistem mudharabah dapat pula dilakukan oleh beberapa pengelola dana dan pengusaha sekaligus.
Firman Allah:
Artinya:
“dan yang lainnya orang-orang musafir di muka bumi untuk mencari rezeki dari limpahan kurnia Allah, dan yang lainnya orang-orang yang berjuang pada jalan Allah (membela agama-Nya)” (Q.S. Al-Muzammil [73]: 20).
Mudharabah sangat penting dan dapat diamalkan untuk menjaga kemaslahatan umat. Pemilik dana yang mempunyai banyak dana atau uang dapat menginvestasikan kepada pihak lain yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Demikian juga pengusaha yang ingin melakukan usahanya tetapi tidak mempunyai kecukupan dana, maka dapat meminta bantuan dana dari pihak yang mempunyai banyak dana. Hal ini sangat bermanfaat karena dapat saling tolong-menolong dan dapat menggerakkan sektor ekonomi riil yaitu menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran. Selain itu juga untuk meminimalisisir inflasi yang disebabkan ketidakseimbangan antara sektor finansial dengan sektor riil.
Meskipun sistem mudharabah telah dilaksanakan oleh perbankan syari’ah, namun menurut Adiwarman sistem ini ternyata kurang diminati dan bank mengalami kerugian. Pemikiran yang sama juga dipaparkan oleh Surtahman Kastin Hasan dan Abdul Ghafar Ismail, mekanisme mudharabah dianggap istimewa, adil, tetapi kerdil. Persoalannya terdapat pada aspek pembiayaan, dimana sebagian bank mengalami kerugian, karena oleh beberapa hal, diantaranya:
 Sejumlah deposit untuk jangka pendek, sulit untuk dilaksanakan dalam jangka waktu yang lama.
 Bank perlu berhati-hati apabila terjadi kerugian.
 Bank harus memastikan bahwa usaha yang dilakukan dapat berkembang dengan baik.
Setiap persoalan pasti mempunyai kesan positif dan negatif, adapun kesan positif dalam aplikasi sistem mudharabah adalah:
– bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat usaha nasabah meningkat.
– Bank tidak mesti membayar keuntungan mudharabah kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami kerugian atau negative spread.
– Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halah, aman, dan menguntungkan karena keuntungannya yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
– Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Sedangkan kesan negatif atau resikonya adalah:
– modal yang digunakan oleh nasabah tidak seperti yang disebutkan dalam kontrak.
– Lalai dan kesalahan yang disengaja.
– Nasabah tidak jujur, dimana berapa jumlah keuntungan tidak dijelaskan dan tidak merasa dibebani.
Meskipun terdapat kesan positif dan kesan negatif dalam aplikasi sistem mudharabah, namun perlu dipahami bahwa sistem mudharabah ini dapat membangun sektor ekonomi riil yaitu lapangan pekerjaan. Karena sistem ini juga dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk bergerak dan menciptakan usaha yang menghasilkan keuntungan dan menghindari bagi rugi.

3. Tujuan Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah dapat dipergunakan oleh bank untuk hal-hal yang sangat beragam sekali, diantaranya:
 Investasi dalam suatu proyek yang sepenuhnya dimiliki oleh suatu badan usaha tertentu.
 Membiayai nasabah yang telah diketahui kredibilitas dan bonafiditasnya serta diharapkan usaha yang dikelolanya cukup feasible dan profitable.
 Untuk mengoptimalisasikan sektor riil.

a. Aspek Teknis
Dalam melaksanakan pembiayaan mudharabah, langkah-langkah yang harus diperhatikan dapat dibedakan ke dalam pembiayaan badan usaha dan pembiayaan proyek.
1.) Pembiayaan Badan Usaha
 Identifikasi proyek atau bisnis yang akan dibiayai.
 Melakukan feasibility study dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana profitability dan kelayakan usaha.
 Melakukan persiapan-persiapan dari segi legal termasuk MOU untuk memungkinkan perusahaan segera didaftarkan.
 Menunjuk anggota-anggota direksi yang akan mengelola jalannya perusahaan.
2.) Pembiayaan Proyek/Kontrak
 Pembiayaan usaha atau kontrak yang timbul manakala nasabah membutuhkan dana di muka untuk modal kerja proyek yang telah didapatnya.
 Keberhasilan pembiayaan ini sangat tergantung kepada kinerja nasabah dalam menjalankan usaha dengan kontrak dan kemampuannya untuk membayar tepat pada waktunya.
 Melakukan analisa kredit dan evaluasi terhadap proposal yang diajukan.
 Menerbitkan offering letter manakala proposal telah disetujui dan diutarakan pula di dalamnya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nasabah dalam rangka mendapatkan fasilitas pembiayaan.

b. Syarat-syarat Permohonan Pembiayaan.
Syarat-syarat Kelayakan
1.) Nasabah harus memiliki status kelayakan hukum untuk melakukan kontrak.
a.) Berumur minimum 21 tahun dan maksimum 55 tahun
b.) Berakal sehat
2.) Kemampuan membayar
a.) Dari segi usaha, kemampuan untuk melakukan pembayaran sangat tergantung kepada factor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan, harga jual, biaya dan pengeluaran. Hal itu semua tergantung kepada kualitas produk dan layanan, efektivitas tenaga kerja, harga dan tersedianya bahan baku serta kualitas manajemen.
b.) Mengingat kemampuan membayar merupakan pendapatan dari hasil usaha yang didapati nasabah, bank harus sampai kepada suatu keyakinan bahwa berdasarkan usaha tersebut nasabah dapat memenuhi kewajiban finansialnya.
c.) Integritas nasabah harus memuaskan dan dapat dibuktikan serta tidak terdapat perbedaan dengan hasil bank checking BI serta pengalaman masa silam yang bersangkutan.

c. Margin Pembiayaan
1.) Nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank harus ditetapkan sebelum penandatanganan pembiayaan. Nisbah dapat disepakati seperti 60:40, 65:35, dan berapa saja sesuai kesepakatan.
2.) Bank dalam menentukan berapa nisbah bagi hasil yang akan diterimanya hendaklah memperhitungkan besar biaya dana dan baiaya operasional bank lainnya.
3.) Dalam menentukan jumlah keuntungan yang akan dibagikan seandainya perjanjian merupakan kerja sama murni dalam bentuk proyek, maka hendaklah memperhitungkan keuntungan sebelum dikenai pajak. Seandainya nasabah merupakan suatu PT, maka kebijaksanaan perusahaan dalam membagikan deviden hendaklah dijadikan sebagai salah satu pertimbangan.

d. Agunan
1.) Secara prinsip dalam konsep mudharabah tidak ada jaminan yang diambil sebagai agunan.
2.) Jaminan dapat diambil untuk menjaga agar nasabah benar-benar melaksanakan usaha dengan baik. Jaminan baru dapat dicairkan setelah terbukti bahwa nasabah benar-benar telah menyalahi persetujuan yang menjadi sebab utama kerugian.

4. Peran Mudharabah Dalam Optimalisasi Sektor Riil
Salah satu dari produk pembiayaan bank syari’ah terdapat akad mudharabah atau bagi hasil. Tetapi, mudharabah bukanlah produk yang populer di Bank Syariah. Padahal, mudharabah (dan juga musyarakah) adalah produk utama di Bank Syariah. Justru murabahah yang kini populer dan mendominasi sebagian besar produk pembiayaan pada Bank Syariah.
Timbulnya masalah diatas kalau kita kaji lebih dalam, sesungguhnya bersumber dari dua permasalahan utama, yaitu moral hazard dan adverse selection. Moral hazard adalah tidak diindahkannya masalah moral dan etika dalam berbisnis, baik dilakukan oleh pengusaha maupun mungkin juga dilakukan oleh Bank Syariah itu sendiri. Pengusaha sering membuat project proposal yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, dan Bank Syariah misalnya menuntut bagi hasil yang sangat tinggi tanpa mempertimbangkan sisi keadilan bagi pengusaha. Moral hazard sebenarnya merupakan cerita lama dari permasalahan yang sering timbul dalam pembiayaan di dunia perbankan. Masalah ini bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan, kalau ada niatan dan perilaku yang dilandasi oleh kejujuran dan tanggung jawab diantara kedua belah pihak.
Masalah kedua adalah adverse selection. Adverse Selection adalah masalah ketidakseimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha. Sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja, dan merugikan pihak yang lain. Masalah ini sebenarnya bisa dipecahkan dengan adanya pihak independen yang amanah dan mampu memberikan gambaran nyata terhadap usaha yang akan dijalankan. Pihak tersebut mengetahui gambaran yang nyata dan jelas terhadap usaha yang akan dijalankan, dan memberikan informasi yang tepat baik kepada pengusaha maupun Bank Syariah. Kedua masalah tersebutlah yang menyebabkan mengapa mudharabah bukanlah produk yang populer saat ini di Bank Syariah.
Dari sudut ekonomi, sebenarnya ada tiga pihak jenis perilaku pihak terhadap dunia bisnis dan usaha, yaitu:
Pertama adalah risk loving (sangat menyukai resiko usaha). Perilaku ini menyebabkan semakin tinggi resiko, maka semakin tinggi pula kepuasan yang diterimanya. Sehingga jika pendapatan yang diterima semakin kecil pun tidak menjadi persoalan bagi pihak tersebut. Perilaku ini lebih cocok dialamatkan pada penjudi, karena sangat menyukai taruhan yang beresiko tinggi.
Perilaku kedua adalah risk neutrally (netral terhadap resiko). Pihak ini bersikap konstan dan netral terhadap resiko, sehingga semakin tinggi resiko usaha yang terjadi, bukan masalah bagi pihak tersebut selama pendapatan yang diterimanya konstan dan tetap. Bank konvensional memiliki perilaku seperti ini, karena apa pun yang terjadi, pendapatan yang diterima dari pembiayaan usaha adalah tetap, yaitu sejumlah bunga yang diterimanya.
Perilaku terakhir adalah risk aversion (tidak menyukai resiko). Perilaku ini menyebabkan suatu pihak bersikap menghindari terhadap resiko usaha, sehingga semakin tinggi resiko suatu usaha, maka dibutuhkan tambahan pendapatan yang lebih tinggi lagi sebagai kompensasi dari pilihan yang diambil terhadap resiko usaha yang tinggi. Perilaku inilah yang lebih dekat dan sesuai dengan pandangan Islam. Perilaku ini menyebabkan suatu pihak membutuhkan pihak lain untuk berbagi resiko usaha yang ia lakukan. Prinsip usaha high risk high return ini dikombinasikan dengan berbagi resiko usaha dapat diintrepretasikan menjadi pendapatan yang diperoleh semakin tinggi dan resiko usaha ditanggung bersama.
Mudharabah lahir sebenarnya untuk memfasilitasi pihak-pihak yang berperilaku risk aversion. Perilaku risk aversion ini adalah sesuai dengan fitrah manusia yang ingin berbagi resiko dalam berusaha untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Perilaku ini juga natural, karena sifat dasar manusia adalah ingin berbagi jika ada masalah yang akan dihadapi. Mudharabah diluncurkan untuk mencapai hasil yang optimal dari suatu usaha yang akan dilakukan, sehingga jiwa pedagang muncul disini. Mudharabah adalah produk bank syariah yang ingin menciptakan keselarasan dalam usaha yang dikombinasikan dengan sifat dasar manusia tersebut.
Optimalisasi Mudharabah Perilaku risk aversion yang bisa difasilitasi oleh mudharabah ini, memiliki kurva kombinasi antara resiko dan pendapatan yang cekung keatas dari sudut ekonomi. Kurva ini merepresentasikan pendapatan (return) yang tinggi dan resiko yang tinggi pula dalam berusaha.
Kalau kita kaji dalam ilmu ekonomi dikenal istilah optimalisasi pareto. Optimalisasi pareto merupakan keseimbangan antara dua pilihan (dalam hal ini resiko dan pendapatan) yang dapat menyebabkan kepuasan dan hasil yang optimal. Garis keseimbangan pareto pada kasus ini berasal dari kombinasi resiko dan pendapatan yang cekung keatas dan kebawah. Sehingga garis keseimbangan pareto ini melewati garis mudharabah. Hal ini berarti bahwa produk mudharabah itu dapat menyebabkan hasil dan kepuasan yang optimal, karena dilewati oleh garis pareto.
Dengan pembuktian secara ekonomi tersebut, maka sesungguhnya mudharabah itu sesuai dengan alam dunia bisnis, karena dapat menyebabkan keseimbangan yang optimal. Jika pengusaha jeli dan jitu dalam melihat prospek usaha dan memahami ilmu ekonomi, maka pilihannya adalah jatuh pada mudharabah dalam melakukan pembiayaan pada Bank. Sehingga pengusaha tersebut dapat menyebabkan hasil yang optimal dan disertai dengan kepuasan yang juga optimal.
Mudharabah sangat cocok diterapkan pada sektor riil dan pengembangan usaha rakyat, karena sebenarnya sudah sangat seusai dengan pola yang diharapkan mampu me-back up industri besar yang kini mengalami tingkat persaingan yang sangat kompetitif. Mudharabah pada bank syariah bisa dioptimalisasikan melalui berbagai langkah, antara lain adalah kesinambungan dan transparansi informasi terhadap usaha yang akan dijalankan. Informasi usaha dan pasar adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam setiap usaha. Oleh karena itu langkah ini bisa dimaksimalkan melalui database yang aktual, rinci, dan faktual, sambil terus mencari dan menemukan format usaha yang sesuai dengan iklim usaha tersebut.
Langkah lainnya adalah dengan pengembangan industri-industri kecil yang dibina langsung oleh bank syariah. Industri ini benar-benar milik rakyat, prospektif, dan dikelola dengan amanah. Industrialisasi adalah salah satu kunci penting bagi negara kita untuk dapat survive di saat krisis seperti ini, dan melatih bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri.
Langkah terakhir adalah dengan membuat aturan dan regulasi yang tepat, terstandarisasi, dan sesuai dengan prinsip syariah. Kita semua sangat berharap legalisasi produk bank syariah bisa dipertimbangkan oleh DPR untuk menjadi hukum yang positif. Aturan ini nantinya menjadi payung yang sah terhadap gerak-gerik pelaksanaan pembiayaan mudharabah terhadap industri-industri kecil. Mudah-mudahan semakin banyak pihak yang dapat memahami betapa pentingnya mudharabah dalam memainkan peranannya pada setiap pembiayaan usaha di Bank Syariah, sehingga jika ini terjadi, maka sektor riil dapat berkembang pesat dan negara kita akan memiliki industri usaha yang kuat. Dan pada akhirnya mampu mengatasi berbagai permasalahan ekonomi yang kini melanda di negara kita, karena sesungguhnya mudharabah adalah pola yang tepat dalam pengembangan sektor riil di negara kita.

D. Keseimbangan Sektor Riil (Pasar Barang)
1. Dalam Ekonomi Konvensional
Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini juga disebut dengan istilah pasar barang.
Sisi penawaran di pasar barang ini menggambarkan kemampuan perekonomian mengahsilkan barang dan jasa pada suatu periode tertentu. Sedangkan sisi permintaannya menggambarkan pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi, seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintah, swasta, dan luar negeri.
Stabilitas ekonomi makro dilihat dari keseimabangan antara permintaan (yang ditunjukkan oleh total pengeluaran) dan penawaran (yang ditunjukkan oleh kemampuan perekonomian tersebut menghasilkan barangdan jasa) yang terjadi di pasar tersebut.

2. Dalam Ekonomi Islam
Pada sistem ekonomi islam bunga tidak diberlakukan, sehingga keseimbangan di pasar barang pada ekonomi islam sangat berbeda dengan keseimbangan pasar barang pada sistem ekonomi konvensional. Hal itu karena sistem bunga dihapuskan dan diganti dengan tingkat keuntungan yang diharapkan.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Mudharabah sangat cocok diterapkan pada sektor riil dan pengembangan usaha rakyat, karena sebenarnya sudah sangat seusai dengan pola yang diharapkan mampu me-back up industri besar yang kini mengalami tingkat persaingan yang sangat kompetitif. Mudharabah pada bank syariah bisa dioptimalisasikan melalui berbagai langkah, antara lain adalah kesinambungan dan transparansi informasi terhadap usaha yang akan dijalankan. Informasi usaha dan pasar adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam setiap usaha. Oleh karena itu langkah ini bisa dimaksimalkan melalui database yang aktual, rinci, dan faktual, sambil terus mencari dan menemukan format usaha yang sesuai dengan iklim usaha tersebut.

B. Saran
Bahwa kita semua merupakan makhluk sosial yang harus saling tolong-menolong. Selain itu juga saling mendukung untuk menciptakan suatu kemaslahatan dan kebaikan bersama. Hal itu bisa dibentuk dalam saling tolong menolong untuk menciptakan suatu aktivitas usaha yang dapat menghasilkan keuntungan yaitu bekerja. Akad mudharabah dalam perbankan syari’ah juga bisa mengoptimalkan sektor riil termasuk membuka lapangan kerja agar dapat mengurangi pengangguran. Untuk itu mari kita semua bisa belajar tentang bagaimana cara bermuamalah yang baik dan bisa beralih dari sistem ekonomi konvensional ke sistem ekonomi syari’ah yang di dalamnya juga terdapat perbankan syari’ah dan terdapat akad mudharabah yang dapat mengoptimalkan sektor riil.

DAFTAR PUSTAKA

S.P. Hasibuan, Malayu. Dasar-Dasar Perbankan. 2008. Jakarta: Bumi Aksara
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah. 2000. Yogyakarta: UII Press
Hulwati. Ekonomi Islam “Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syari’ah di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia. 2009. Jakarta: Ciputat Press
Adiwarman. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. 2001. Jakarta: Gema Insani Press
Hassan, Surtahman Kastin dkk. Mudharabah: Antara Justifikasi Keadilan dan Aplikasinya dalam Sistem Keuangan Malaysia. 2000. Jurnal IKIM
Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam “Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional”. 2005. Yogyakarta: Graha Ilmu
http://www.zonaekis.com

LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Iqbal Sarayulus Nuh
TTL : Kendal, 06 November 1990
Alamat :
– Kos : Jl. Wismasari IV, Ngaliyan, Semarang
– Rumah : Gg. Makmur RT 03/IV, Desa Penanggulan, Kec. Pegandon, Kab. Kendal, Prop. Jawa Tengah 51357
Contact Person : 085 640 952 149
Pendidikan :
1. TK Muslimat NU 06 Tarbiyatu Atfal Penanggulan, Pegandon
2. SD N Penanggulan, Pegandon tahun 2003
3. SMPN 1 Pegandon tahun 2006
4. SMAN 1 Pegandon tahun 2009
5. IAIN Walisongo Semarang
Pengalaman Organisasi:
1. Ketua MPK SMAN 1 Pegandon tahun 2007/2008
2. Kerani (Sekretaris) Gerakan Pramuka SMAN 1 Pegandon tahun 2007/2008
3. Wakil Sekretasis Perstuan Bola Voli Penanggulan (PERVOP)
4. Anggota Dept. Luar Negeri BEMF Syari’ah IAIN Walisongo Semarang tahun 2010
5. Anggota Dept. Usaha dan Ekonomi PMII Rayon Syari’ah Komisariat Walisongo Semarang tahun 2010/2011
6. Anggota Dept. Pengkaderan Ikatan Mahasiswa Kendal (IMAKEN) cabang Walisongo Semarang tahun 2010/2011
7. Manajer Administrasi (Sekretaris) Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (ForSHEI) Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang tahun 2010/2011
8. Ketua HMJ Perbankan Syari’ah, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang tahun 2011

POTENSI DAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT MODERN DI INDONESIA


Masalah kemiskinan merupakan bahaya dan tantangan yang sangat besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kemiskinan dan kefakiran. Karena itu seperti sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada kekufuran. Islam sebagai Ad-diin telah menawarkan beberapa doktrin bagi manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat (profit and falah oriented).

Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan. Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia dan menunjang hidup di akherat adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi. Ini merupakan seperangkat alternatif untuk mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan. Untuk itu perlu dibentuk lembaga-lembaga sosial Islam sebagai upaya untuk menanggulangi masalah sosial tersebut.

Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh Badan Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha sehingga mereka  dapat membuka usaha baru dan menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran berkurang dan akhirnya angka kemiskinan pun juga menurun. Kesejahteraan masyarakat pun tercukupi.

Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridlo dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui:

  1. Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang.
  2. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar.ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.

Yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di Indonesia ini antara lain adalah:

  1. Keinginan umat Islam Indonesia untuk meyempurnakan pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam semakin menyadari perlunya penunaian zakat sebagai kewajiban agama; kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
  2. Kesadaran yang semakin meningkat di kalangan umat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia.
  3. Usaha-usaha untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia makin lama makin tumbuh dan berkembang.

Zakat yang diberikan kepada mustahiq akan berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila disalurkan pada kegiatan produktif. Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat bersifat produktif tersebut.

Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung

Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan Lembaga Amil Zakat karena LAZ sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat, mereka tidak memberikan zakat begitu saja melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri.

Zakat termasuk dalam kategori fiqh ibadah dan fiqh muamalah karena zakat ini terdapat hubungannya antara manusia dengan Allah dan dengan sesama manusia. Zakat dalam fiqh Ibadan merupakan hubungan antara manusia dengan Allah sebagai kewajiban dan rasa syukur nikmat atas segala sesuatu yang diberikan Allah untuk manusia tersebut. Sedangkan zakat dalam fiqh muamalah merupakan hubungan antara sesama manusia sebagai makhluk sosial yang harus saling tolong menolong. Zakat juga dapat berfungsi untuk pemerataan kekayaan dan juga untuk mensucikan harta bagi seorang muzakki. Dengan zakat ini, kesenjangan sosial pun dapat dikurangi karena jurang pemisah antara si miskin dengan si kaya dapat ditutup dengan zakat ini. Dengan demikian, jika seseorang yang sudah mampu tetapi tidak mau mengeluarkan zakat untuk hartanya, maka orang tersebut akan menanggung dosa yang berlipat ganda. Dosa itu merupakan dosa kepada Allah dan juga dosa kepada sesama manusia dan hukumanya juga berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat.

Zakat adalah harta yang wajib dikelurakan oleh seorang muzakki apabila harta tersebut telah melebihi nisab dan dengan kadar zakat yang telah ditentukan. Selain itu zakat juga termasuk rukun islam yang ke-3 dan wajib ditunaikan oleh umat islam yang telah memenuhi kewajibannya untuk melakukan ini. Berarti zakat sangatlah penting bagi umat manusia karena merupakan suatu kewajiban kepada Allah dan juga kepada sesama manusia.

Pengelolaan dan pendayagunaan zakat pada zaman modern ini hendaknya bisa lebih modern juga dan mengkuti kebutuhan dan perkembangan zaman. Penyaluran zakat diberikan untuk kepentingan produktif dan untuk kepentingan sosial, ekonomi, pendidikan, agama, dan lain sebagainya. Semua itu untuk kepentingan pembangunan bangsa dan negara. Jika semua itu bisa terwujud, maka kesejahteraan dan kekayaan masyarakat juga akan ikut naik dan terjadi pemerataan di semua sektor.

BUNGA BANK BERBEDA DENGAN RIBA???


secara objektif, bunga bank berbeda dengan riba yang ada di renternir. kalau tambahan belum tentu riba (termasuk bunga bank), tetapi kalau riba jelas tambahan dan hukumnya haram.

proses dalam perbankan berbeda dengan renternir. bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai mediator atau jembatan anatara pihak yang surplus dana ke pihak yang defisit dana. selain itu juga ada proses funding (penghimpunan dana) dan landing (pembiayaan dana). ketika uang itu sedang di landingkan kepada kreditur, berarti uang milik  pihak yang surplus dana sedang dipinjam oleh pihak yang defisit dana. berarti pemberian bunga hanya sebagai hadiah dan imbal balik, karena telah berjasa memberikan dana.

berbeda kalau di renternir, yang hanya berputar pada dua pihak yaitu pihak renternir dan pihak defisit dana/kreditur/peminjam dana…………………………………..