NEGARA AGAMA (ISLAM); HANYALAH SEBUAH ILUSI BELAKA


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk umat islam yang terbesar di dunia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah melakukan sensus penduduk pada tahun 2000, mencatat bahwa jumlah umat islam di Indonesia mencapai angka 88,22 % dan dengan jumlah 207.000.105 jiwa, sebuah angka yang sangat besar sekali. Hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dan dahsyat sekali serta sangat ditakuti untuk melakukan sesuatu, jika umat islam yang jumlahnya sebesar itu mau bergabung dan bersatu padu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta melawan kedzaliman yang mengatasnamakan agama islam yang justru malah bisa memerangi dan akan menghancurkan islam itu sendiri, seperti yang telah dilakukan oleh kelompok-kelompok penyusup yang notabenenya adalah aliran islam garis keras atau kelompok fundamentalis. Namun tidak perlu cemas, karena bahwa organisasi islam moderat di Indonesia (NU dan Muhammadiyah) sejak awal telah bekerja keras untuk membangun islam yang ramah, sopan, santun, berbudi, dan berakhlak serta mengajarkan islam yang penuh dengan perdamaian dan kedamaian atau rahmatan lil alamin kepada semua pihak, bahkan kepada pihak yang tidak seiman sekalipun, selama semua pihak saling menjaga toleransi dan menghormati setiap perbedaan beranekaragam yang ada.

Jika ada sekelompok orang yang merasa ajarannya paling benar tanpa menghukum pihak lain, itu tidak terlalu berbahaya. Yang lebih dan paling berbahaya lagi jika ajarannya merasa paling benar dan mengatasnamakan Tuhan untuk menghukum dan menghakimi serta membinasakan paham, ajaran, dan keyakinan yang berbeda dengan mereka. Kelompok ini bisa disebut dengan kelompok fundamentalis. Al-quran lebih toleran daripada sekelompok muslim yang intoleran dan jelas bertentangan dengan al-quran. Dalam beberapa tahun terakhir ini gerakan-gerakan fundamentalis ini telah tumbuh secara sporadis laksana jamur yang tumbuh berkembang pesat pada musim hujan. Yang lebih parah lagi mereka juga masuk dan terperangkap dalam gelombang terorisme yang sebenarnya menjadi musuh islam.

Memasuki abad milenium dan era globalisasi ini yang penuh dengan persaingan dan semakin derasnya arus modernitas, maka semakin menggilas dan memojokkan kelompok fundamentalis tersebut. Karena merasa sangat takut dan khawatir keadaannya akan semakin terdesak, maka mereka mencari dan menggunakan dalil-dalil dari al-quran yang dianggap masih steril sebagai sarana untuk menghibur diri dan mencari penyegaran laksana angin malam. Bahkan selain itu juga menggunakan dalil-dalil itu untuk menyusun strategi dan membangun kekuatan politik dengan berbagai cara apapun yang dilakukan untuk melawan arus modernitas tersebut. Benturan-benturan yang berujung kekerasan dengan kelompok muslim yang tidak setuju dengan cara seperti ini pun tidak dapat dihindari.

Di Indonesia, kelompok fundamentalis yang muncul sangat marak dan tumbuh subur ini lebih disebabkan karena kegagalan negara yang tidak bisa mengawal cita-cita semangat proklamasi kemerdekaan RI yang mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat yang merata serta korupsi yang semakin merajelela dan kriminalitas lainnya yang juga ikut meningkat. Hal ini jelas merupakan kenyataan yang sangat pahit bagi siapaun. Namun karena pengetahuan kelompok fundamentalis yang sangat miskin dengan peta sosiologis Indonesia yang sangat kompleks dan tidak sederhana ini, akhirnya mereka menempuh jalan pintas untuk bisa menegakkan keadilan. Mereka ingin menjadikan islam sebagai dasar dan ideologi negara dengan mengganti pancasila, serta mengubah negara bangsa menjadi negara agama, ingin melaksanakan syariat islam dalam kekuasaan politik dan sebagai senjata utamanya. Jika mereka tidak bisa melakukan hal tersebut secara nasional, maka mereka menggunakan alternatif lainnya seperti menerapkan syariat islam dalam sebuah peraturan-peraturan di daerah atau biasa disebut dengan Perda Syariah. Mereka bahkan membayangkan bahwa Tuhan akan meridlai jika syariah islam itu dilaksanakan sebagai peraturan.

Sungguh sangat aneh tapi nyata, bahwa kelompok fundamentalis ini yang katanya anti demokrasi itu, mereka malah justru menggunakan lembaga negara yang sangat demokratis ini sebagai sarana untuk menyalurkan dan mencapai cita-cita politiknya. Hal ini tentunya sangat bertentangan antara teori dan praktiknya, secara teori mereka mengharamkan demokrasi, namun secara praktik malah menghalalkan. Itu jelas sekali terlihat kemunafikan dan ketidakjujuran mereka dalam berpolitik. Bisa dikatakan bahwa mereka bermain politik yang sangat kotor. Cara-cara yang digunakan oleh kelompok fundamentalis  ini malah justru semakin menjauhkan dari semangat cita-cita proklamasi kemerdekaan RI dan akan membuat kehancuran bagi islam itu sendiri juga. Bahkan bisa dikatakan mereka sedang menderita penyakit batin yang sangat kronis dan sedang terjadi konflik internal dengan hawa nafsunya sendiri atau sebagai gambaran jiwa-jiwa yang galau (an-nafs al-lawwamah). Sangat berbeda dengan jiwa-jiwa yang tenang (an-nafs al-muthmainnah).

Jika islam dijadikan sebagai ideologi politik untuk kekuasaan, maka akan menjadi sangat sempit karena dibingkai dalam ideologi dan platform politik belaka. Pemahaman apapun yang berbeda dengan ideologi itu akan dianggap bertentangan dan bahkan melawan islam dan bahkan dianggap kafir atau murtad. Karena sifat dari ideologi adalah menguasai dan menyeragamkan. Hal ini tidak hanya berbahaya bagi bangsa Indonesia saja karena akan mengalami perpecahan dalam tubuh NKRI serta mengusik persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi juga sangat berbahaya bagi umat islam sendiri, karena agama akan menjadi sangat sempit. Dan bagi umat non-islam, ini bisa membuat alienasi psikologis dan sosial. Hal itu jelas memaksa umat selain islam untuk ikut dalam ideologi islam tersebut, dan jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran islam itu sendiri yang menghendaki adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi semua umat, alias tidak ada paksaan sama sekali. Perubahan seperti ini jelas mereduksi, mengamputasi, dan menggembosi nilai-nilai dan makna dari ajaran islam yang penuh dengan kasih sayang, toleransi, perdamaian menjadi seperangkat batasan ideologis yang sangat sempit dan kaku. Seperti halnya melihat sesuatu yang sangat besar dari lubang yang sangat kecil, maka semuanya akan terlihat sempit juga. Ibarat juga “Melihat dan Meraba Gajah dalam Kegelapan”, orang-orang itu berselisih tentang Gajah yang mereka lihat dari sisi yang gelap, pengetahuan yang sedikit, dan ketiadaan cahaya penerangan (hidayah).

Pancasila jelas tidak bertentangan dengan ajaran Islam, malah Pancasila justru mengandung nilai-nilai substansi islam yang merefleksikan semua pesan-pesan tentang kemaslahatan umum. Dengan demikian mereka semua memiliki kesadaran yang tinggi untuk menolak pendirian negara agama dan lebih pada menekankan substansinya. Mereka memposisikan negara sebagai alat untuk melindungi dan mengakui keanekaragaman, mengayomi semua kepentingan, dan melindungi keyakinan, agama, budaya yang ada. Melalui Pancasila, mereka telah menjadikan agama sebagai wahyu dari Tuhan (Allah) untuk mewujudkan kasih sayang terhadap umatnya (rahmatan lil alamin) yang sebenarnya.

Seperti halnya yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW saat mendirikan Negara Madinah, Beliau tidak menggunakan kitab suci al-quran sebagai dasar atau konstitusi negara yang dikenal sebagai Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan hasil negosiasi, kesepakatan dan musyawarah semua masyarakat Madinah yang diperlakukan sama oleh Beliau. Meski mereka semua terdiri dari keanekaragaman agama, suku, golongan sosial, dan kepentingan yang berbeda. Sebab menggunakan kitab suci untuk langsung turun tangan mengatur urusan kenegaraan justru tidak memuliakan kitab suci, malah hal itu justru merendahkan dan menghina kitab suci. Kitab suci diturunkan ke dunia yang pertama adalah untuk mencerahkan hati dan akal budi manusia sebagai khalifahNya. Negara sebagai salah satu instrumen kekhalifahan manusia perlu aturan, biarlah manusia sendiri yang merumuskannya dengan cara musyawarah dan menggunakan hati dan akal budinya.

Melawan gerakan aliran garis keras adalah untuk mengembalikan kejayaan, kemuliaan, dan kehormatan islam yang telah dinodai oleh mereka. Selain itu juga untuk menyelamatkan Pancasila dan NKRI. Jika mayoritas umat islam moderat jika bersatu padu melawan fundamentalisme itu, akan bisa mengusirnya dari negeri ini. Hal ini bagaikan mengusir hawa nafsu dari diri sendiri. Kemenangan melawan ini adalah sebagai rahmatan lil alamin. Selain itu juga akan bisa menebarkan perdamaian dan kedamaian serta mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Sudah jelas antara yang hak dan yang bathil. Kita sebagai umat islam harus saling tolong menolong dalam kebaikan dan nasihat menasihati dalam kesabaran. Agar bisa benar-benar merefleksikan esensial nilai-nilai Pancasila yang mengandung substansi islam dan menjadikan islam benar-benar sebagai rahmatan lil alamin. Selain itu juga mengingatkan gerakan transnasional garis keras yang masuk ke Indonesia yang tumbuh subur laksana jamur yang tumbuh berkembang pesat pada musim hujan yang bisa membahayakan keutuhan NKRI. Oleh karena itu, cita-cita mereka untuk mendirikan negara islam di Indonesia hanyalah sebuah ilusi belaka.

Tinggalkan komentar