AXA Short Movie Competition: Saya Berani!


Berita CINEMAGS

Seiring dengan maraknya produksi film pendek yang dibuat oleh anak-anak muda Indonesia, Cinemags sebagai majalah film terbesar di Indonesia menyadari betul bahwa hal positif ini perlu didukung. Dengan menggandeng perusahaan asuransi terbesar, AXA Indonesia, Cinemags akan mengadakan kompetisi film pendek bertajuk AXA Short Movie Competition. 
 
Mengusung tema “Saya Berani”, rangkaian acara ini akan dimulai dari bulan Mei hingga Juni2013 yang ditutup oleh malam apresiasi (awarding night) pada bulan Juli 2013. Untuk lebih mengenalkan kompetisi ini pada publik, akan diselenggarakan workshop di tiga kota besar dengan rincian Kota Jakarta pada tanggal 6 Mei 2013 (Marley’s Cafe) & 8 Mei 2013 (SAE Institute), dilanjutkan Kota Bandung: 13 Mei 2013 (Fikom UNPAD Jatinangor), dan KotaYogyakarta: 16 Mei 2013 (Universitas Atmajaya).
 
 
Dalam workshopnya nanti akan dijelaskan mengenai tips dan trik seputar pembuatan film pendek yang dipandu oleh dua nama yang sudah tidak asing di mata para…

Lihat pos aslinya 178 kata lagi

NEGARA AGAMA (ISLAM); HANYALAH SEBUAH ILUSI BELAKA


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk umat islam yang terbesar di dunia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah melakukan sensus penduduk pada tahun 2000, mencatat bahwa jumlah umat islam di Indonesia mencapai angka 88,22 % dan dengan jumlah 207.000.105 jiwa, sebuah angka yang sangat besar sekali. Hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dan dahsyat sekali serta sangat ditakuti untuk melakukan sesuatu, jika umat islam yang jumlahnya sebesar itu mau bergabung dan bersatu padu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta melawan kedzaliman yang mengatasnamakan agama islam yang justru malah bisa memerangi dan akan menghancurkan islam itu sendiri, seperti yang telah dilakukan oleh kelompok-kelompok penyusup yang notabenenya adalah aliran islam garis keras atau kelompok fundamentalis. Namun tidak perlu cemas, karena bahwa organisasi islam moderat di Indonesia (NU dan Muhammadiyah) sejak awal telah bekerja keras untuk membangun islam yang ramah, sopan, santun, berbudi, dan berakhlak serta mengajarkan islam yang penuh dengan perdamaian dan kedamaian atau rahmatan lil alamin kepada semua pihak, bahkan kepada pihak yang tidak seiman sekalipun, selama semua pihak saling menjaga toleransi dan menghormati setiap perbedaan beranekaragam yang ada.

Jika ada sekelompok orang yang merasa ajarannya paling benar tanpa menghukum pihak lain, itu tidak terlalu berbahaya. Yang lebih dan paling berbahaya lagi jika ajarannya merasa paling benar dan mengatasnamakan Tuhan untuk menghukum dan menghakimi serta membinasakan paham, ajaran, dan keyakinan yang berbeda dengan mereka. Kelompok ini bisa disebut dengan kelompok fundamentalis. Al-quran lebih toleran daripada sekelompok muslim yang intoleran dan jelas bertentangan dengan al-quran. Dalam beberapa tahun terakhir ini gerakan-gerakan fundamentalis ini telah tumbuh secara sporadis laksana jamur yang tumbuh berkembang pesat pada musim hujan. Yang lebih parah lagi mereka juga masuk dan terperangkap dalam gelombang terorisme yang sebenarnya menjadi musuh islam.

Memasuki abad milenium dan era globalisasi ini yang penuh dengan persaingan dan semakin derasnya arus modernitas, maka semakin menggilas dan memojokkan kelompok fundamentalis tersebut. Karena merasa sangat takut dan khawatir keadaannya akan semakin terdesak, maka mereka mencari dan menggunakan dalil-dalil dari al-quran yang dianggap masih steril sebagai sarana untuk menghibur diri dan mencari penyegaran laksana angin malam. Bahkan selain itu juga menggunakan dalil-dalil itu untuk menyusun strategi dan membangun kekuatan politik dengan berbagai cara apapun yang dilakukan untuk melawan arus modernitas tersebut. Benturan-benturan yang berujung kekerasan dengan kelompok muslim yang tidak setuju dengan cara seperti ini pun tidak dapat dihindari.

Di Indonesia, kelompok fundamentalis yang muncul sangat marak dan tumbuh subur ini lebih disebabkan karena kegagalan negara yang tidak bisa mengawal cita-cita semangat proklamasi kemerdekaan RI yang mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat yang merata serta korupsi yang semakin merajelela dan kriminalitas lainnya yang juga ikut meningkat. Hal ini jelas merupakan kenyataan yang sangat pahit bagi siapaun. Namun karena pengetahuan kelompok fundamentalis yang sangat miskin dengan peta sosiologis Indonesia yang sangat kompleks dan tidak sederhana ini, akhirnya mereka menempuh jalan pintas untuk bisa menegakkan keadilan. Mereka ingin menjadikan islam sebagai dasar dan ideologi negara dengan mengganti pancasila, serta mengubah negara bangsa menjadi negara agama, ingin melaksanakan syariat islam dalam kekuasaan politik dan sebagai senjata utamanya. Jika mereka tidak bisa melakukan hal tersebut secara nasional, maka mereka menggunakan alternatif lainnya seperti menerapkan syariat islam dalam sebuah peraturan-peraturan di daerah atau biasa disebut dengan Perda Syariah. Mereka bahkan membayangkan bahwa Tuhan akan meridlai jika syariah islam itu dilaksanakan sebagai peraturan.

Sungguh sangat aneh tapi nyata, bahwa kelompok fundamentalis ini yang katanya anti demokrasi itu, mereka malah justru menggunakan lembaga negara yang sangat demokratis ini sebagai sarana untuk menyalurkan dan mencapai cita-cita politiknya. Hal ini tentunya sangat bertentangan antara teori dan praktiknya, secara teori mereka mengharamkan demokrasi, namun secara praktik malah menghalalkan. Itu jelas sekali terlihat kemunafikan dan ketidakjujuran mereka dalam berpolitik. Bisa dikatakan bahwa mereka bermain politik yang sangat kotor. Cara-cara yang digunakan oleh kelompok fundamentalis  ini malah justru semakin menjauhkan dari semangat cita-cita proklamasi kemerdekaan RI dan akan membuat kehancuran bagi islam itu sendiri juga. Bahkan bisa dikatakan mereka sedang menderita penyakit batin yang sangat kronis dan sedang terjadi konflik internal dengan hawa nafsunya sendiri atau sebagai gambaran jiwa-jiwa yang galau (an-nafs al-lawwamah). Sangat berbeda dengan jiwa-jiwa yang tenang (an-nafs al-muthmainnah).

Jika islam dijadikan sebagai ideologi politik untuk kekuasaan, maka akan menjadi sangat sempit karena dibingkai dalam ideologi dan platform politik belaka. Pemahaman apapun yang berbeda dengan ideologi itu akan dianggap bertentangan dan bahkan melawan islam dan bahkan dianggap kafir atau murtad. Karena sifat dari ideologi adalah menguasai dan menyeragamkan. Hal ini tidak hanya berbahaya bagi bangsa Indonesia saja karena akan mengalami perpecahan dalam tubuh NKRI serta mengusik persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi juga sangat berbahaya bagi umat islam sendiri, karena agama akan menjadi sangat sempit. Dan bagi umat non-islam, ini bisa membuat alienasi psikologis dan sosial. Hal itu jelas memaksa umat selain islam untuk ikut dalam ideologi islam tersebut, dan jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran islam itu sendiri yang menghendaki adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi semua umat, alias tidak ada paksaan sama sekali. Perubahan seperti ini jelas mereduksi, mengamputasi, dan menggembosi nilai-nilai dan makna dari ajaran islam yang penuh dengan kasih sayang, toleransi, perdamaian menjadi seperangkat batasan ideologis yang sangat sempit dan kaku. Seperti halnya melihat sesuatu yang sangat besar dari lubang yang sangat kecil, maka semuanya akan terlihat sempit juga. Ibarat juga “Melihat dan Meraba Gajah dalam Kegelapan”, orang-orang itu berselisih tentang Gajah yang mereka lihat dari sisi yang gelap, pengetahuan yang sedikit, dan ketiadaan cahaya penerangan (hidayah).

Pancasila jelas tidak bertentangan dengan ajaran Islam, malah Pancasila justru mengandung nilai-nilai substansi islam yang merefleksikan semua pesan-pesan tentang kemaslahatan umum. Dengan demikian mereka semua memiliki kesadaran yang tinggi untuk menolak pendirian negara agama dan lebih pada menekankan substansinya. Mereka memposisikan negara sebagai alat untuk melindungi dan mengakui keanekaragaman, mengayomi semua kepentingan, dan melindungi keyakinan, agama, budaya yang ada. Melalui Pancasila, mereka telah menjadikan agama sebagai wahyu dari Tuhan (Allah) untuk mewujudkan kasih sayang terhadap umatnya (rahmatan lil alamin) yang sebenarnya.

Seperti halnya yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW saat mendirikan Negara Madinah, Beliau tidak menggunakan kitab suci al-quran sebagai dasar atau konstitusi negara yang dikenal sebagai Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan hasil negosiasi, kesepakatan dan musyawarah semua masyarakat Madinah yang diperlakukan sama oleh Beliau. Meski mereka semua terdiri dari keanekaragaman agama, suku, golongan sosial, dan kepentingan yang berbeda. Sebab menggunakan kitab suci untuk langsung turun tangan mengatur urusan kenegaraan justru tidak memuliakan kitab suci, malah hal itu justru merendahkan dan menghina kitab suci. Kitab suci diturunkan ke dunia yang pertama adalah untuk mencerahkan hati dan akal budi manusia sebagai khalifahNya. Negara sebagai salah satu instrumen kekhalifahan manusia perlu aturan, biarlah manusia sendiri yang merumuskannya dengan cara musyawarah dan menggunakan hati dan akal budinya.

Melawan gerakan aliran garis keras adalah untuk mengembalikan kejayaan, kemuliaan, dan kehormatan islam yang telah dinodai oleh mereka. Selain itu juga untuk menyelamatkan Pancasila dan NKRI. Jika mayoritas umat islam moderat jika bersatu padu melawan fundamentalisme itu, akan bisa mengusirnya dari negeri ini. Hal ini bagaikan mengusir hawa nafsu dari diri sendiri. Kemenangan melawan ini adalah sebagai rahmatan lil alamin. Selain itu juga akan bisa menebarkan perdamaian dan kedamaian serta mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Sudah jelas antara yang hak dan yang bathil. Kita sebagai umat islam harus saling tolong menolong dalam kebaikan dan nasihat menasihati dalam kesabaran. Agar bisa benar-benar merefleksikan esensial nilai-nilai Pancasila yang mengandung substansi islam dan menjadikan islam benar-benar sebagai rahmatan lil alamin. Selain itu juga mengingatkan gerakan transnasional garis keras yang masuk ke Indonesia yang tumbuh subur laksana jamur yang tumbuh berkembang pesat pada musim hujan yang bisa membahayakan keutuhan NKRI. Oleh karena itu, cita-cita mereka untuk mendirikan negara islam di Indonesia hanyalah sebuah ilusi belaka.

TIDAK ADA PAKSAAN DALAM (MEMASUKI) AGAMA (ISLAM) “TIDAK ADA PAKSAAN DALAM BERTRANSAKSI SECARA ISLAMI”


Tidak ada paksaan dalam (memasuki) agama (islam). Kata-kata tersebut terdapat dalam kitab suci al-quran surat al-baqarah ayat 256. Yang berarti menegaskan tidak boleh memaksa sesuatu untuk mengikuti semua ajaran islam, karena sudah jelas jalan antara yang baik dan yang buruk. Jadi setiap manusia yang sudah dewasa berhak memilih untuk kehidupannya sendiri untuk menuju kepada yang baik atau justru kepada yang buruk, termasuk dalam beragama baik secara ibadah maupun muamalah.

Dalam islam juga mensyaratkan kemerdekaan dan bebas dari keterpaksaan. Nilai esensial kemerdekaan yang berkaitan erat dengan martabat manusia, yang ditentukan oleh dua hal, yaitu iman dan amal. Pertama; iman, tidak ada iman yang hadir karena keterpaksaan, kedua; amal, baik ucapan atau perbuatan, amal bisa bernilai baik atau buruk jika muncul dari kebebasan atau kemerdekaan dalam memilih yang ditegaskan dalam niat. Amal yang dilakukan karena keterpaksaan tidak akan bernialai apa-apa alias percuma saja.

Begitu juga dalam bertransaksi secara islami di perbankan syariah, tidak boleh ada paksaan untuk mengajak orang agar mau bergabung dengan perbankan syariah. Karena perbankan syariah juga bagian kecil dari sistem islam yang ada di dunia yang terdiri dari aqidah, akhlaq, dan syariah. Yang tepatnya berada dalam sistem syariahnya, sehingga perbankan syariah tak dapat dipisahkan dari sistem islam secara keseluruhan.

Ibarat orang yang sedang berjalan di jalan raya yang ada cabang dan tikungannya. Dalam jalan tersebut sudah dikasih rambu-rambu dan peringatan lainnya. Misalnya kita dikasih dua pilihan yang berbeda antara belok kanan atau mau belok kiri. Katakanlah yang belok kanan adalah jalur perbankan syariah dan yang belok kiri adalah jalur perbankan konvensional. Yang jalur belok kanan jalur perbankan syariah yang sebelumnya sudah dikasih rambu-rambu dan peringatan seperti; jalan aman, halus, cepat sampai, bebas hambatan, tapi harus bayar agak mahal. Yang belok kiri jalur perbankan konvensional yang juga sudah dikasih rambu-rambu dan peringatan, seperti; jalan berbahaya, banyak tikungan, banyak jeblongan, lagi rusak dan diperbaiki, ramai, macet, tapi jaraknya lebih pendek. Kita sudah dikasih dua pilihan yang kita sendiri menentukan dan pasti kita juga sudah bisa memprediksi segala kemungkinan yang akan terjadi jika kita memilih melwati jalan yang sudah kita pilih. Tergantung kita mau memilih yang mana antara kedua tersebut.

Jadi sudah jelas antara keduanya. Jika kita memilih perbankan konvensional ya itu adalah pilihan kita yang harus kita tanggung juga segala macam resikonya. Tapi jika kita memilih perbankan syariah ya itu adalah juga pilihan kita yang pastinya kita juga akan mendapatkan manfaat dan resikonya juga.

HARUSKAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DITERAPKAN DI INDONESIA?


Setelah DPR-RI menyelesaikan rapat paripurna pada tanggal 19 Desember 2003 tentang amandemen undang-undang (UU) Bank Indonesia. Usulan amandemen undang-undang ini diusulkan oleh Pemerintah era Presiden Gus Dur melalui Departemen Keuangan waktu itu yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Boediono. Boediono menyebutkan bahwa undang-undang hasil amandemen tersebut adalah undang-undang bank sentral modern.

Masalah yang paling krusial dalam pembahasan amandemen undang-undang tersebut adalah siapa yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi lembaga perbankan di Indonesia. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank Indonesia dengan Pemerintah yang diwakili Kementrian Keuangan. Negosiasi yang alot tersebut menghasilkan titik temu, yaitu membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan dibentuk selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010.

Dengan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, berarti telah memangkas salah satu kewenangan Bank Indonesia, yaitu dalam fungsi pengawasan terhadap perbankan umum di Indonesia. Pemisahan kewenangan tersebut berarti Bank Indonesia tidak mempunyai hak pengawasan lagi, ibarat harimau tak bertaring. Akhirnya perbankan umum sudah tidak tunduk lagi terhadap kebijakan Bank Indonesia sebagai pengawasnya.

Pemisahaan antara kewenangan pengawasan (OJK) dan kewenangan pengaturan (BI) industri perbankan tidak tepat dan sangat lemah. Karena pengawasan bank meliputi fungsi pengaturan, pengawasan (audit), pengenaan sanksi dan pemberian/pencabutan ijin usaha sehingga keempat fungsi tersebut harus berada di satu tangan. Pemisahan antara pengawasan (audit) dengan pengaturan tentunya akan menimbulkan berbagai masalah koordinasi. Kita semua paham bahwa koordinasi merupakan barang mewah di negeri ini. Dengan amendemen masalah ini dapat diselesaikan karena OJK memiliki seluruh fungsi pengawasan tersebut.

Melihat pengalaman-pengalaman dari negara-negara maju yang terdapat lembaga semacam OJK, ternyata telah gagal dan membawa dampak buruk terhadap perekonomian nasional di negara yang bersangkutan tersebut. Contohnya di Jepang dalam menerapkan FSA, suatu lembaga semacam OJK, pada saat industri perbankan Jepang masih bermasalah. Penerapan FSA ternyata tidak membuat industri perbankan Jepang menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari bangkrutnya Long-Term Credit Bank dan Nippon Credit Bank, dua bank besar yang terbukti merekayasa pembukuannya. Masalah koordinasi antara FSA dengan bank sentral juga muncul misalnya dalam kasus Ishikawa Bank dan masalahkredit macet dan kecurangan (fraud) masih mewarnai perbankan Jepang.

Terkait dengan lembaga apa yang akan berwenang mengawasi industri perbankan di Indonesia. Semua kembali pada kebijakan politik DPR di luar kewenangan Bank Indonesia. Siapa yang berkepentingan kebijakan tersebut dan siapa yang lebih kuat pengaruhnya. Akan tetapi kebijakan tersebut haruslah pro-rakyat dan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan golongan semata saja.

Dengan melihat fakta empiris dan pengalaman-pengalaman dari negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Inggris yang telah gagal menerapkan sistem pengawasan perbankan kepada lembaga semacam OJK. Apakah di Indonesia juga masih perlu diterapkan dan dibentuk OJK untuk mengawasi perbankan?

PROBLEMATIKA PEMBIAYAAN DAN SOLUSI CARA MENGATASINYA


Berbagai problematika atau resiko pembiayaan terdiri atas beberapa faktor dan cara mengatisinya, antara lain:

1. Politik

Banyak penyaluran pembiayaan yang gagal sebagai akibat tidak adanya kebijakan politik yang jelas. Politik yang stabil merupakan faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan kegiatan usaha/customer. Suatu negara yang sedang bergejolak seperti Indonesia pada kurun waktu 1997-2003 dan sendi-sendi perekonomian hancur, maka banyak usaha yang hancur berantakan, macet, dan bahkan sulit untuk kembali bangkit seperti sebelum terjadi krisis moneter pada pada pertengahan tahun 1997. akibat krisis moneter ini, banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar dan akhirnya merefleksi hancurnya bisnis perbankan yang berakhir dengan likuidasi beberapa bank.

Maka, cara yang terbaik untuk mengatasinya adalah dengan menstabilkan situasi politik dan perekonomian negara tersebut agar keadaan stabil dan pembiayaan di berbagai sektor lancar.

2. Sifat Usaha

Setiap usaha mempunyai resiko/problematika sesuai dengan karakter usahanya, bahkan antar usaha yang sejenis pun mempunyai resiko yang berbeda pula. Oleh karena itu, ketika akan membiayai suatu jenis usaha customer perlu diketahui secara baik resiko yang akan dihadapi di kemudian hari, sehingga dapat diantisipasi sebelum resiko tersebut benar-benar terjadi.

Maka, cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan tidak menyamakan setiap jenis usaha, dan penyaluran pembiayaan tetap perlu melihat kasus per kasus.

3. Geografis

Masalah ini dimungkinkan timbul karena kesalahan memilih tempat atau lokasi usaha, sebagai akibat kurang cermatnya memilih lokasi yang tepat dan aman. Pembiayaan usaha customer yang berlokasi di daerah yang rawan bencana dan tidak cocok untuk suatu bisnis yang dimohon oleh customer.

Maka, cara untuk mengatisnya adalah dengan cara memprediksi dan mencari suatu daerah yang aman dan kemungkinan untuk terjadi bencana kecil.

4. Persaingan

Bisnis apapun ingin dimasuki oleh customer tidak akan terlepas dari akan terjadinya persaingan bisnis. Persaingan ini dapat terjadi antara customer dengan usaha yang sejenis, atau dapat pula antarbank yang ingin sama-sama membiayai proyek sejenis atau bahkan pada proyek yang sama.

Maka, cara untuk mengatasinya adalah dengan cara melakukan usaha-usaha yang baik dan bersaing dengan sehat.

5. Ketidakpastian Usaha

Ketidakmampuan meramal/memprediksi kondisi yang akan datang berakibat fatal untuk bisnis. Akibatnya banyak usaha yang dilakukan secara spekulasi dan bahkan didasarkan pada perhitungan yang akurat.

Maka, cara mengatisinya adalah dengan mampu memprediksi keadaan yang akan datan yang akan terjadi pada usaha tersebut.

FAKTA-FAKTA ILMIAH KEBENERAN PERISTIWA ISRA’ MI’RAJ


Peristiwa isra’ mi’raj merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan dan menggemparkan dunia waktu itu. Karena pada waktu itu belum terdapat peralatan-peralatan teknologi canggih dan modern, sehingga belum bisa dibuktikan dengan fakta dan kebenaran ilmiah. Peristiwa tersebut dianggap tidak ilmiah dan tidak logis atau tidak masuk akal. Selain itu juga karena pemikiran manusia biasa waktu itu belum sampai menyentuh hal yang sejauh itu dan Rasulullah SAW juga dianggap bermimpi saja. Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua anggapan-anggapan yang tidak mempercayai adanya peristiwa tersebut sudah bisa ditepis dan dibantahkan.

Isra’ mi’raj merupakan perjalanan yang sangat luar biasa dan dahsyat. Isra’ yang artinya perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram di Mekkah menuju ke Masjidil Aqso di Yerussalem yang masih berada dalam satu dimensi dengan menggunakan kecepatan cahaya yang kecepatannya sekitar kurang lebih 300.000 km/s. Sedangkan mi’raj artinya perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Aqso menuju ke Sidratul Muntaha dengan menaiki sebuah kendaraan yang bernama “Bouraq” dan dengan pengawalan dari Malaikat Jibril dan beberapa Malaikat lainnya juga, tapi Malaikat-Malaikat itu hanya bisa mengawal dan mengantarkan Rasulullah SAW sampai langit ke-7 saja karena Malaikat-Malaikat itu sudah tidak kuat lagi untuk menempuh perjalanan menuju ke Sidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allah SWT. Hal itu juga dikarenakan Malaikat adalah makhluk dimensi 9 yang hanya bisa hidup maksimal di alam yang berdimensi 9 (langit ke-7), sedangkan Rasulullah melakukan perjalanan atas kehendak Allah SWT sehingga mampu untuk bisa sampai Sidratul Muntaha.

Malaikat dan Jin bisa berpindah tempat dengan sangat cepat hanya dalam waktu sekejap saja, bahkan tempat yang sangat jauh sekalipun yang jika ditempuh dengan pesawat yang kecepatannya tercepat di jagat raya akan memakan waktu yang sangat lama. Tetapi Malaikat dan Jin hanya bisa menempuh dalam waktu sekejap dan kedipan mata. Hal tersebut dikarenakan Malaikat dan Jin adalah bukan makhluk dimensi 3 yang mempunyai kecepatan diatas kecepatan cahaya yang merupakan kecepatan tercepat di alam semesta ini. Hal seperti itu juga terjadi pada diri Rasulullah SAW saat melakukan perjalanan isra’ mi’raj.

Sebelum melakan perjalanan isra’ mi’raj, hati Rasulullah SAW dibelah dan diopearasi dengan sinar laser super maha canggih dan disucikan dengan air zam-zam oleh Malaikat Jibril dan diletakkan di penampan yang terbuat dari emas yang datang dari surga. Hati Rasulullah diletakkan di penampan yang terbaut dari emas, karena emas merupakan logam mulia dan superkonduktor yang memiliki hambatan sangat sedikit sekali. Disucikan dengan air zam-zam karena kualitas air ini sangat bagus dan sangat mulia serta berisikan energi-energi doa dan dzikir para Nabi dan Rasul terdahulu.

Pada saat melakukan perjalanan tersebut, badan Rasulullah SAW diubah menjadi badan cahaya yang bisa berjalan sangat cepat dengan kecepatan cahaya 300.000 km/s. Apabila badan Rasulullah SAW tidak diubah dengan badan cahaya dan menempuh perjalanan tersebut yang sangat cepat, maka badan Rasulullah akan runtuh dan hancur tercerai berai karena ikatan antar atom dan molekul akan terlepas. Perjalanan tersebut juga dilakukan pada malam hari, karena jika dilakukan pada siang hari pasti juga akan membahayakan badan dan keselamatan Rasulullah SAW. Badan Rasulullah telah diubah menjadi badan cahaya dan jika perjalanannya siang, maka akan terjadi interferensi gelombang dari cahaya sinar matahari dan bisa merusak badan cahaya Rasulullah SAW.

Perjalanan isra’ mi’raj juga merupakan perjalanan yang sangat dahsyat dan ajaib, dikarenakan atas kehendak Allah dan Rasulullah SAW hanya diperjalankan saja, bukan melakukan perjalanan sendiri. Firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat 1 telah menyatakan hal tersebut:

: Artinya

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Dari semua peristiwa isra’ mi’raj tersebut, pada zaman sekarang bahwa penemuan-penemuan, penelitian-penelitian, fakta-fakta imiah, dan ilmu pengetahuan serta teknologi modern sudah bisa membuktikan dan menemukan kebenaran peristiwa isra’ mi’raj tersebut, antara lain:

  1. Allah Maha Berkehandak, sehingga mampu menghendaki siapaun saja yang dikehendakinya. Seperti peristiwa isra’ mi’raj ini yang merupakan kehendak dari Allah SWT, Rasulullah hanya diperjalankan saja melainkan tidak malakukan perjalanan sendiri.
  2. Perjalanan tersebut menggunakan kecepatan cahaya yang kecepatannya sekitar 300.000 km/s. Bukan perjalanan biasa. Isra’ jika dilakukan dengan perjalanan biasa maka akan menempuh waktu yang sangat lama, karena jarak antara kedua kota Mekkah da Yerussalem sangat jauh. Sedangkan mi’raj adalah bukan perjalanan luar angkasa melainkan perjalanan menembus batas dimensi, jika dilakukan dengan perjalanan luar angkasa maka akan menempuh waktu yang sangat lama pula. Bahwa untuk menempuh bintang terdekat dari bumi saja dan bahkan menggunakan pesawat ulang-alik yang merupakan pesawat tercepat di dunia, maka akan menempuh waktu kurang lebih 428 tahun. Waktu itu tidak cukup bagi umur kehidupan kita yang hanya berkisar kurang lebih maksimal 100 tahun saja.
  3. Sebelum berangkat untuk diperjalankan dari peristiwa isra’ mi’raj, hati Rasulullah dibeah dan dioperasi dengan sinar laser oleh Malaikat Jibril. Setelah itu diletakkan di penampan emas dan disucikan dengan air zam-zam.
  4. Diletakkan di penampan emas karena emas merupakan logam mulia dan superkonduktor yang memiliki hambatan sangat rendah sekali.
  5. Disucikan dengan air zam-zam karena air ini sangat mulia dan sangat bagus kualitasnya. Kandungan molekul-molekulnya sangat bagus karena berisikan energi doa dan dzikir para Nabi dan Rasul. Penelitian ilmiah di Jepang saat ini membuktikan bahwa air yang dikasih ucapan kata-kata positif dan bagus, maka molekul-molekul air tersebut akan berubah menjadi sangat bagus dan sebaliknya.
  6. Badan Rasulullah diubah menjadi badan cahaya karena akan menempuh perjalanan yang sangat cepat. Jika tidak diubah menjadi badan cahaya, maka badan Rasulullah akan hancur tercerai berai karena ikatan atom dan molekul akan lepas.
  7. Perjalanan isra’ mi’raj ini dilakukan pada malam hari, karena jika dilakukan pada siang hari akan sangat membahayakan badan cahaya dan keselamatan Rasulullah SAW. Badan cahaya Rasulullah akan mengalami interferensi cahaya sinar matahari. Hal ini karena salah satu dari sifat gelombang adalah dapat diinterferensikan.
  8. Teori yang memungkinkan pada peristiwa isra’ mi’raj tersebut adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.
  9. Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Mega Electron Volt) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.
  10. Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.
  11. Alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang termampatkan. sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi. setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun atas materi2 submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta dikelilingi elektron.
  12. Pasangan materi adalah anti materi. materi adalah objek bermassa positif sedangkan antimateri atau antipartikel aldalah objek bermassa negatif. materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (annihilasi). foton tidak memiliki massa namun memiliki energi dan momentum.
  13. Annihilasi atau proses pemusnahan terjadi ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol. sebaliknya, proses penciptaan (creation), jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. proses ini bisa berlangsung berulang-ulang seperti siklus.

Dari semua fakta-fakta ilmiah diatas, masihkah kita ragu dengan kebenaran peristiwa isra’ mi’raj tersebut? Jika kita masih ragu, maka selayaknya kita manusia yang hidup di zaman dahulu yang belum menyentuh ilmua pengetahuan dan teknologi modern.

PENERAPAN ASPEK KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK SYARIAH


Dalam upaya mewujudkan Good Corporate Governance transparansi (keterbukaan) merupakan suatu hal yang mutlak untuk dilaksanakan. Keterbukaan informasi menjadi suatu keharusan dan kebutuhan bagi bank syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan dan lembaga kepercayaan yang dipercaya untuk mengelola dana yang telah masuk (funding) untuk disalurkan (lending) dengan baik dan benar ke sektor riil, bisa dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan syariah.

Prinsip dasar transparansi (keterbukaan) berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sarna.

Prinsip keterbukaan merupakan prinsip yang penting untuk mencegah terjadinya tindakan penipuan (fraud). Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan ini, maka dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan pemegang saham, investor atau stakeholders tidak memperoleh informasi atau fakta material yang ada. Dengan Prinsip keterbukaan (transparency). artinya, bank syariah berkewajiban memberi informasi tentang kondisi dan prospek perbankannya secara tepat waktu, memadai, jelas, dan akurat. Informasi itu juga harus mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar bagi mereka untuk menilai reputasi dan tanggung jawab bank syariah. Prinsip ini dimuat dalam ketentuan Pasal 62 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).

Adapun penerapan prinsip ini adalah sebagai berikut. Bank Syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan dan lembaga kepercayaan selalu melaksanakan kewajibannya, khususnya dalam menerapkan Good Corporate Governance serta menyampaikan laporannya kepada Bank Indonesia (BI). Hal ini sebagai wujud komitmen bank dalam melaksanakan ketentuan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Penerapan Good Corporate Governanace pada Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) serta Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007, khususnya Pasal 62 dan Pasal 63 mengenai kewajiban Bank menyampaikan laporan pelaksanaan Good Corporate Governance, baik secara tersendiri maupun digabungkan dalam laporan keuangan.

Semua laporan tersebut termasuk laporan keuangan tidak dikeluarkan oleh Kantor Cabang Bank Syariah di seluruh Indonesia, tetapi dikelurkan langsung oleh Pusat dan dari Cabang yang melakukan operasional dengan memberi data kepada Kantor Pusat  setiap hari melalui komputerisasi on-line. Laporan keuangan tersebut disajikan melalui berbagai media informasi nasional tiap bulan, triwulan dan tahun serta melalui website masing-masing Bank Syariah.

Dalam pelayanan nasabah pendanaan, penyediaan informasi sangat diperlukan karena untuk menjaga kepercayaan. Informasi tersebut dapat berupa: sms banking, internet banking, mobile banking, via ATM (automatic teller machine), dan via CS (customer service). Penyampaian informasi juga bisa melalui brosur-brosur, spanduk, koran, media cetak, media elektronik, dan radio. Pemberian informasi diperbolehkan selama tidak melanggar Undang-Undang. Sedangkan penyampaian informasi dari pimpinan kepada karyawan disampaikan pada waktu breafing pagi dan meeting lainnya serta melalui pamplet yang ditempel di majalah dinding dan pengumuman.

Keterbukaan informasi kepada publik dan stakeholders dalam Bank Syariah juga merupakan amanat dari UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kewajiban penyediaan dan pengumuman informasi menurut urgensinya ada tiga macam, yaitu:

  1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; seperti: laporan keuangan (tiap bulan, triwulan, dan tahun), nisbah bagi hasil (tiap bulan), dan standar layanan (tiap tahun 1 kali atau 2 kali).
  2. Informasi yang wajib diumumkan serta merta; seperti: adanya hal-hal dari faktor eksternal (bencana alam, kebakaran, dll) yang mengharuskan bank melalukan perubahan dan penyelamatan, dan kinerja para Direksi (Top Management).
  3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat; seperti: promosi produk-produk, tarif biaya, dan transaksi mencurigakan (> Rp. 500.000.000) yang harus dilaporkan ke PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).

PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PERBANKAN SYARI’AH


Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah institusi, termasuk bagi lembaga keuangan seperti bank syari’ah. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab kepada masyarakat atas kegiatan operasioanal bank yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan yang berlaku Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 200 tentang Perbankan Syari’ah.
Secara yuridis bank syari’ah bertanggung jawab kepada banyak pihak (stakeholders), yaitu nasabah penabung, pemegang saham, investor obligasi, bank koresponden, regulator, pegawai, pemasok, masyarakat, dan lingkungan, sehingga penerapan GCG menjadi suatu kebutuhan bagi bank syari’ah. Penerapan GCG merupakan wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat bahwa bahwa bank syari’ah dikelola dengan baik, profesional, dan hati-hati dengan tetap berupaya meningkatkan nilai pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders lainnya.
Dengan demikian bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG dalam sebuah operasioanl perusahaan terutama yang bergerak dalam bidang keuangan seperti bank terutama bank syari’ah sangatlah penting. Karena dalam operasionalnya, pihak bankir dituntut untuk selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan jasa dan layanan keuangan kepada masyarakat. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan harus mampu melakukan penilaian dan penindakan terhadap pelaksanaan GCG bank.
Seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan, maka pada tahun 2006 Bank Indonesia menggagas peraturan yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006, kemudian disempurnakan lagi PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbs tanggal 30 April 2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah. Peraturan ini menegaskan bahwa pelaksanaan GCG pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
Dalam pelaksanaan GCG tersebut, diperlukan keberadaaan Komisaris Independen dan Pihak Independen. Keberadaan pihak-pihak independen tersebut, diharapkan dapat mengatasi dampak moral hazard dan menciptakan check and balance, menghindari benturan kepentingan (conflik of interest) dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas. Selain itu, PBI ini juga mewajibkan bank untuk menyampaikan Laporan Pelaksanaan GCG pada setiap akhir tahun buku dan paling lambat 5 bulan setelah tahun buku berakhir. Bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan dalam PBI ini akan dikenakan sanksi.
Selain itu, pelaksanaan GCG harus mempunyai beberapa perangkat dasar, antara lain: (1) sistem pengendalian intern, (2) manajemen resiko, (3) ketentuan yang mengarah pada peningkatan keterbukaan informasi, (4) sistem akuntansi, (5) mekanisme jaminan kepatuhan syari’ah, (6) audit ekstern. Dari keenam perangkat tersebut pada dasarnya berlaku bagi semua bank baik bank konvensional maupun bank syari’ah. Yang membedakannya adalah bahwa di bank syari’ah perlu adanya perangkat yang dapat menjamin kepatuhan kepada nilai-nilai syari’ah. Hal demikian tidak dijumpai dalam sistem perbankan konvensional.
Dari beberapa uraian diatas, bahwa sebagian besar struktur governance untuk bank konvensional berlaku juga untuk bank syari’ah. Mengenai hal ini kita merujuk kepada hukum tentang perusahaan, bursa efek, dan keuangan. Salah satu isu adalah mengenai peran auditor eksternal. Sebagian menyatakan bahwa auditor eksternal tidak layak melakukan penyeliaan keagamaan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa mereka harus melakukannya, karena keterikatan pada syari’ah termasuk dalam nota kesepakatan (Memorandum of Agrement) dan Articel of Association Bank yang harus dijunjung tinggi oleh auditor.
Khusus untuk meningkatkan pemenuhan prinsip syari’ah oleh bank paling tidak terdapat dua langkah penting yang perlu ditempuh, yaitu:
1. Perlunya mengefektifkan aturan dan mekanisme pengakuan dari otoritas fatwa dalam hal ini DSN-MUI dalam hal menentukan kehalalan atau kesesuaian produk dan jasa keuangan bank dengan prinsip syari’ah.
2. Perlunya mengefektifkan sistem pengawasan yang memantau transaksi keuangan bank sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas fatwa perbankan. Terkait dengan hal ini permasalahan yang sering muncul adalah masih minimnya ahli yang memiliki pemahaman ilmu fiqh dan syari’ah serta sekaligus memiliki pengetahuan perbankan yang memadai.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, bank dapat mempublikasikan laporan pelaksanaan GCG melalui website bank yang bersangkutan.
Oleh karena itu, maka sangat diperlukan GCG dalam bank syari’ah. Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang baik (GCG) di Bank Syari’ah merupakan bagian tak terpisahkan dari Spirit bank syari’ah tersebut, yang intinya adalah semangat tanggung jawab, kewajiban, keterbukaan dan keadilan melalui pengabdian serta ketundukan kepada Allah SWT dan melalui pemerataan kemampuan, pengetahuan, informasi dan penghargaan. Semangat inilah yang menjadi dasar bagi tata kelola usaha/bisnis dan kode etik dalam bank syari’ah, termasuk dalam memberikan pembiayaan untuk bisnis syari’ah.

TEORI UANG MENURUT IBNU KHALDUN


Ukuran ekonomis terhadap nilai barang dan jasa perlu bagi manusia bila ingin memperdagangkannya pengukuran nilai ini harus memiliki sejumlah kualitas tertentu. Ukuran ini harus diterima oleh semua tender legal, dan penerbitnya harus bebas dari semua pengaruh subjektif.
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan negara bukanlah ditentukan dari banyaknya jumlah uang yang ada dan beredar di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan oleh neraca pembayaran yang positif. Bisa saja suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya namun bila hal itu bukan refleksi dari pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksi yang menjadi motor penggerak pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, menimbulkan permintaan atas faktor-faktor produksi lainnya. Pendapat ini menunjukkan pula, bahwa perdagangan internasional telah menjadi bahasan utama para ulama waktu itu. Negara yang banyak mengekspor berarti mempunyai kemampuan produksi lebih besar dari kebutuhan domestiknya, sekaligus menunjukkan bahwa negara tersebut lebih efisien dalam produksinya.
Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak, namun emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang mengandung emas dan perak merupakan jaminan Pemerintah, bahwa ia senilai sepersekian gram emas dan perak. Sekali Pemerintah menetapkan nilainya, maka Pemerintah tidak boleh mengubahnya. Pemerintah wajib menjaga nilai mata uang yang telah dicetaknya, karena masyarakat menerimanya tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas dan perak di dalamnya. Misalnya, Pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp. 10.000 yang setara dengan setengah gram emas. Apabila kemudian Pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp. 10.000 seri baru dan ditetapan nilainya setara dengan seperempat gram emas maka uang akan kehilangan makna standar nilai.
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun selain menyarankan digunakannya standar emas atau perak, beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak tersebut. Harga-harga lain boleh berfluktuasi, tetapi tidak harga emas dan perak. Dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Setiap barang akan mempunyai harga keseimbangannya. Bila lebih banyak makanan dari yang diperlukan di suatu kota, maka harga makanan murah dan sebaliknya.
Bagi Ibnu Khaldun, dua logam mulia emas dan perak, adalah ukuran nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang dimana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif.
Karena itu, Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya, pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah emas dan perak tertentu. Percetakannya adalah sebuah kantor religius, dan karenanya tidak tunduk kepada aturan-aturan temporal. Jumlah emas dan perak yang dikandung dalam sekeping koin tidak dapat diubah begitu koin tersebut sudah mulai diterbitkan.
Ibnu Khaldun mendukung standar logam dan harga emas dan perak yang konstan. Jadi, uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat pula digunakan sebagai cadangan nilai.

PEMIKIRAN Prof. H. ABDUL QODRI AZIZY, M.A., Ph.D TENTANG SOLUSI ATAS PROBLEMATIKA UMAT ISLAM DAN KRISIS


Dalam menjalani kehidupan di dunia pasti selalu ada permasalahan yang menjadi problem yang harus dipecahkan atau tantangan yang harus di hadapi dan diselesaikan. Hal ini terjadi dari tingkat pribadi, keluarga, tetangga, organisasi, umat beragama, bangsa dan negara, serta dunia.
Ketika kita berbicara tentang problematika bangsa, maka cakupannya adalah negara, sehingga perbedaan agama tidak menjadi batasan. Artinya, siapapun berhak menjadi warga negara dan berhak hidup di dalamnya yang telah dijamin dengan konstitusi negara walaupun orang tersebut beragama apapun. Ketika kita berbicara tentang problematika dunia, maka cakupannya adalah dunia yang sangat luas ini. Perbedaan ras, bangsa, agama, golongan, suku tidak menjadi batasan. Siapapun berhak mendapat kehidupan dan penghidupan yang layak dan terbebas dari penindasan dan penjajahan. Ketika kita berbicara tentang tetangga atau RT, maka batasannya adalah RT. Orang-orang yang tidak menjadi anggota RT tidak termasuk di dalamnya.
Namun, ketika kita berbicara tentang umat islam, maka batasannya adalah agama islam. Kita yang memeluk agama islam menjadi satu kesatuan yang kokoh di dalamnya yang sama-sama menghadapi problematika. Dalam waktu yang bersamaan, kita ditantang untuk mampu menghadapi dan menyelesaikan problematika. Kita juga harus sadar bahwa ketika kita berbicara tentang umat islam, akan terdapat banyak perbedaan organisasi di dalamnya, namun pengikutnya sama-sama beragama islam. Oleh karena itu, ketika kita menghadapi problematika umat islam, maka kita tidak akan pernah bisa lepas dari probematika intern organisasi yang menjadi bagian dari umat tersebut.
Dalam kerangka seperti inilah kita aka mencoba melihat problematika umat islam. Dalam hal ini problematika yang paling penting untuk dipecahkan dan diselesaikan bersama adalah tentang pendidikan dan ekonomi umat islam. Oleh karena itu, marilah kita singkirkan semua perbedaan diantara kita untuk membangun fondasi umat yang kokoh agar bisa terhindar dari kebodohan dan kemiskinan dengan cara meningkatkan taraf pendidikan dan ekonomi.
Problematika dari umat islam yang sangat kronis tidak lain adalah tentang kemiskinan dan kebodohan. Tingkat ekonomi umat dan pendidikan memang ada hubungannya, sehingga untuk meningkatkan taraf ekonomi adalah dengan meningkatkan taraf pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Demikian pula bagi masyarakat yang sejahtera dan taraf ekonominya bagus, maka akan selalu memperhatikan tingkat pendidikan dengan kualitasnya.
Saling mempengaruhi antara pendidikan dan kemajuan ekonomi, ada pula yang negatif dan menjadi problematika bersama umat islam. Contohnya, “sekolah mahal” yang banyak dikeluhkan oleh orang-orang marginal. Yang mampu dan bisa menyekolahkan anaknya di sekolah yang mahal dan mewah hanyalah golongan orang-orang kaya. Dalam waktu bersamaan yang bisa mendapatkan jaminan lapangan pekerjaan yang menjanjikan hanyalah mereka yang bisa menikmati sekolah mahal dan mewah. Hal ini juga terjadi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat sebagai akibat negatif yang lebih jauh, kenyataan ini akan berpengaruh pada pola kehidupan dan kultur masyarakat yang sangat berpotensi pada sistem kapitalisme. Yaitu yang kaya tetap kaya dan yang miskin tetap miskin, tanpa ada pemerataan kekayaan diantara mereka. Padahal, yang seharusnya terjadi yang kaya agar tetap bisa mempertahankan kekayaannya dengan cara yang baik dan benar serta mau berbagi dengan sesamanya dan yang miskin agar mampu mengubah pola kehidupannya dan mampu mengubah dirinya untuk menjadi kaya.
Yang paling penting adalah bahwa umat islam bersedia saling belajar dan megajari. Bagi yang merasa belum bisa dalam masalah pendidikan dan ekonomi harus mau belajar dengan mereka yang sudah lebih bisa dan mempunyai banyak pengalaman. Demikian pula bagi yang sudah lebih bisa dan mempunyai banyak pengalaman harus mau mengajari mereka yang belum bisa dan berpengalaman tentang pendidikan dan ekonomi. Disinilah konsep ukhuwwah dalam mempraktikkan ajaran al-ta’awun ala al-birr (saling membantu dalam kebajikan), bukan hanya sekedar wacana saja.
Jika berpikir tentang sumber daya manusia (SDM) dan jumlah manusia dijadikan sebagai modal dasar dalam aktifitas ekonomi, maka sebenarnya umat islam semestinya bisa menjadi sumber daya manusia yang besar dan kuat. Satu hal yang belum bisa digarap secara serius adalah pemberdayaan umat islam secara komprehensif. Seperti contoh dari sisi perekonomian, misalnya: umat islam Indonesia yang jumlhanya sangat banyak bahkan terbesar di dunia diposisikan sebagai konsumen. SDM yang tersebar di berbagai perusahaan, instansi dan oganisasi semestinya dapat dikelola dengan baik dan profesional. Dengan pengelolaan dan manajemen yang baik dan benar, maka kita sebenarnya mampu menciptakan self suffiency.
Sukses menggunakan dalil ajaran islam (justifikasi agama) untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan umat dan dalam waktu yang bersamaan sejauh mana pula manajemen pimpinannya. Jika hal ini bisa terselesaikan, maka problematika kemiskinan dan kebodohan akan bisa teratasi sekikit demi sedikit.
Tantangan era globalisasi yang berkonsekuensi pasar bebas sudah tampak dan merambah di depan kita. Hal ini juga tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan cerdas dan sukses. Jadi, kebodohan dan kemiskinan umat bisa dikatakan sebagai amalan yang keliru dan pemahaman yang keliru pula terhadap ajaran-ajaran agama islam. Anggapan yang ada selama ini bahwa ajaran islam menghambat kemajuan pendidikan dan aktivitas ekonomi umat, harus segera diluruskan bahwa anggapan tersebut ternyata salah besar. Justru ajaran islam selalu mengajarkan umat untuk menjadi umat yang kaya dan bisa berbagi dengan sesamanya.
Semangat ajaran islam adalah membangun umat yang kaya. Tetapi juga ada problematikanya, seperti kesalahan dalam mengamalkan ajaran islam. Kesalahan ini terutama disebabkan oleh kesalahan pemahaman dan penafsiran terhadap ajaran agama islam. Ajaran dalam praktik, yang biasanya diyakini oleh mayoritas umat islam, dan terlebih lagi bagi mereka yang taat beragama, tidak menyentuk tuntutan kemajuan ekonomi di dunia. Yaitu, ajaran-ajaran yang pada intinya menjauh dari hiruk pikuk keduniaan dan yang memfokuskan pada keakhiratan berupa ibadah murni yang justru mendapatkan penekanan oleh para mubaligh dan uztadz. Terjadi banyak kontradiktif: antara ideal ajaran islam dengan realita umatnya, antara istilah ajaran dengan pemaknaannya dan praktiknya, antara sasaran inti dari ajaran dengan pemahaman yang kemudian menghambat kemajuan keduniaan, dan lain sebagainya. Intinya adalah terjadi kontradiktif antara semangat ajaran islam yang menyuruh umatnya jaya keduniaan dengan realita umat yang terbelakang dalam berbagai aspek.
Dengan semangat ajaran islam yang mengajarkan umat agar menjadi umat yang kaya, makmur, dan sejahtera. Jika semua umat islam mau mengamalkan ajaran tersebut, maka umat islam akan terbebas dari kemiskinan dan kebodohan dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dan dengan semangat etos kerja yang tinggi untuk menjadi umat yang kaya, maka umat islam juga dapat menjadi roda dan penggerak perekonomian bangsa dan juga bisa membantu negara dalam menuntaskan semua krisis yang melanda negeri ini termasuk krisis finansial.